Menurutku boleh, asal kita bisa ngukur diri. Boleh tho, kita ngandelin Allah di tiap urusan mencapai mimpi kita, meski kata orang itu di luar batas kemampuan kita.
Apa salah jika seorang anak jalanan punya mimpi jadi presiden? Kalau judulnya, Allah terlibat di sana, siapa yang bisa menghalangi keinginan si anak ini. Bahwa kemudian dia diangkat menjadi anak oleh pengusaha sukses yang alim, lalu dia disekolahkan plus dibekali ilmu pesantren (red agama), lalu kemudian si anak ini menjadi kenal sama Allah dan menjadi pribadi yang cerdas nan saleh. Dan Allah berkenan menjadikan nyata mimpi si anak ini, lantaran Allah ridha karena kesalehannya dan perjuangan gigih si anak untuk mencapai mimpinya.
Tapi kalau judulnya, Allah ga dilibatin, salah besar bos kalau kita punya mimpi di luar batas kemampuan kita. Capek.. Kalau kata, pribahasa mah, ibarat memeluk gunung tapi apa daya tangan tak sampai, hehe
Apa iya kita mau hidup serba pengen ini itu, serba iri dengan kesuksesan teman kita dan suka terusik dengan kemewahan lingkungan sekitar kita, tapi kita sendiri tidak mau mengukur diri. Bakalan nda tenang kita punya hidup kalau begini caranya.
Ya harusnya kita juga terus belajar gimana caranya ngukur diri. Ngukur diri dalam artian bisa menerima hidup apa adanya. Dan ia juga bisa diartikan dengan kemampuan menyederhanakan kehidupan; menyederhanakan keinginan, menyederhanakan tujuan, dan menyederhanakan langkah. Orang yang sederhana, masalahnya pun akan sederhana.
Bener banget kan, manakala kita bisa mengukur sejauh mana batas kemampuan kita dalam berusaha, maka kita akan jadi orang yang arif. Tanpa harus memaksakan diri untuk mencapai sesuatu, hidup kita terasa indah, bahasa jawanya ora nggoyo.
Salah jika kita judulnya, kita maksaen diri untuk mimpi yang tidak ada muatan ibadah untuk Allah, atau judulnya ngandelin Allah.